Pegiat Pemilu Paparkan Bahayanya Money Politik
|
Palembang -- Konsultan.dan sekaligus pengamat politik Sumsel, Fatkurrohman didaulat menjadi narasumber dalam acara Penguatan Kelembagaan Bawaslu Kabupaten Banyuasin di Hotel Beston Palembang, Minggu (21/9/2025) pagi.
Narasumber di hari kedua acara Penguatan Kelembagaan ini memaparkan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga dunia dalam hal praktik politik uang, setelah Uganda dan Benin.
“Politik uang telah mengubah proses demokrasi kita menjadi sekadar persaingan logistik,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa politik uang ini merusak pemilu dan menambah beban biaya politik yang akhirnya mendorong pejabat publik untuk mengembalikan investasi mereka, sering kali melalui cara korupsi. Oleh karena itu, untuk menanggulangi korupsi harus mencegah dari hulunya yakni politik uang.
Ia menyoroti bagaimana politik uang merusak integritas politik. Dirinya berbagi pengalamannya mengajarkan nilai integritas kepada para pemilih pemula. Meskipun begitu upaya menegakkan integritas selalu terhambat oleh etika yang longgar dalam aktivitas politik. Baginya, menjadi seorang politisi seharusnya merupakan profesi yang mulia dan tidak boleh diperlakukan sebagai transaksi semata.
Ia menegaskan bahwa politisi seharusnya menjadi pelayan rakyat. Sayangnya politik uang menciptakan biaya politik yang tinggi, mendorong korupsi, dan membentuk lingkaran setan yang sulit diputus.
Ia menambahkan bahwa rakyat seharusnya memiliki harga diri yang kuat, tidak mudah tergoda oleh imbalan kecil, dan memahami bahwa dukungan pemilih memiliki arti besar bagi masa depan bangsa. Menolak politik uang artinya memotong lingkaran setan korupsi.
Lebih lanjut Ia mengungkapkan elemen struktural korupsi di Indonesia dan menyoroti risiko normalisasi praktik korupsi. Ia mencatat bahwa walaupun korupsi sering kali dimulai sebagai tindakan individu, korupsi tersebut sering kali mengakar dalam organisasi dan berpengaruh hingga ke berbagai lapisan masyarakat.
“Politik uang tidak hanya merusak kepercayaan tetapi juga memperkuat sikap apatis dan sinisme dalam politik,” ujarnya.
Kegiatan ini tidak hanya berjalan satu arah. Peserta juga berbagi pengalaman mereka terkait politik uang, termasuk sulitnya menolak suap dan bentuk manipulasi lainnya selama masa pemilu.
Acara ditutup dengan tanya jawab terkait cara memutus rantai money politik baik di Sumsel maupun di Banyuasin.
Penulis: Karni
Foto: Rahmi Dewi